
Selama di penjara, ia menemukan Islam,
dan memutuskan menjadi Muslim pada 2009. Setelah mengucapkan dua kalimat
syahadat, ia ubah namanya menjadi Hasan bin Hinton.Ia mendekam di penjara selama sepuluh tahun.
“Masuk penjara memberikan perubahan besar bagi saya. Jujur, saya belum pernah
masuk penjara. Saya tidak tahu, apa yang bisa saya harapkan dari penjara. Jadi,
saya benar-benar tidak memiliki harapan apapun,” ujarnya bercerita kisahnya
menerima Islam, seperti dinukil Arabnews.com.“Tapi saya mencoba melahirkan harapan
itu, dengan mulai membaca. Satu tahun, setelah saya banyak berdiskusi dengan
tahanan Muslim, saya muilai pelajari Islam dan mengucapkan syahadat.”Hinton mengaku menyelesaikan hukuman
penjara membuat ia harus berubah. “Itulah awal dari transformasi dari hidup
saya. Saya pikir, saya akan tewas di sana. Tapi Allah punya rencana lain. Saya
tengah menikmati perubahan itu, jujur saya sulit menggambarkan seperti apa
perubahan itu. Namun, saya pasti berubah, insya Allah,” tegasnya. Arlandi Hinton atau Hasan bin Hinton
adalah salah satu musisi Amerika Serikat yang mendapat hidayah, hingga akhirnya
memeluk Islam. Ia mengaku begitu percaya akan ayat-ayat
Alquran. Ia berpendapat jika Allah SWT adalah perencana yang baik, seperti yang
dikatakan dalam kitab suci umat Islam tersebut.
“Saya pikir, begitu banyak orang tumbuh
dan besar dalam lingkungan Kristen, namun tidak pernah mendapatkan keuntungan
apapun. Islam itu sangat jelas, Anda diajak untuk berpikir tentang diri Anda
sendiri, tentang Allah SWT, satu hal yang tidak disadari agama lain,” katanya
seperti disadur dari Arabnews.com.
“Ketika orang menyadari hal itu, insya
Allah, sangat mudah untuk menerima Islam sebagai jalan hidup,” sambungnya
ketika ditanya banyaknya musisi menjadi Muslim.

Pernyataan ini sendiri menggentarkan
banyak orang melebihi aksi serangan yang ia lakukan. Keterbukaan dan kejujuran
dari pernyataannya ini memberikan kepada Ummah satu pelajaran berharga,
pelajaran yang telah lama dilupakan. Kenyataan saat ini, banyak ‘muslim’
memandang bahwa tentara Amerika, juga tentara negeri lainnya, adalah pribadi-pribadi
malang yang terjebak dalam sistem yang memaksa mereka, dan mereka tidak dapat
keluar. Berdasarkan pandangan tersebut, mereka mempropagandakan ide agar kita
bersikap penuh welas asih,lemah lembut, dan penuh pengertian terhadap posisi
dari para prajurit tersebut. Bahwa mendukung tentara Amerika bukan berarti
mendukung kelakuan mereka, tetapi mendukung mereka sebagai pribadi manusia.
Pandangan serta propaganda seperti ini tidaklah bernilai apa-apa kecuali
sebagai sebuah tipuan setan. Amerika, dan hampir semua negeri-negeri
barat/eropa, bukanlah negeri yang tengah benar-benar membutuhkan kampanye wajib
militer atas warga negaranya. Artinya negara tidak membutuhkan Anda untuk ikut
program wajib militer selama beberapa tahun dalam dinas ketentaraan. Jadi
sebenarnya sang tentara itu sendiri yang dengan kemauan sendiri menandatangani
kontrak kerja dengan militer dan ‘menjual jiwanya’ untuk menjadi budak negara
Amerika Serikat. Mereka memahami seluruh kondisinya ketika mereka membuat
pilihan masuk dalam kemiliteran itu, dan mereka melakukannya atas kehendak
sendiri, secara sadar, tanpa paksaan.Maka menjadi jelas kedudukannya, bahkan
bagi orang bodoh sekalipun, bahwa para tentara ini bukanlah jiwa-jiwa malang
yang layak dikasihani, tetapi mereka ini adalah sekelompok orang yang
digambarkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala lewat lisan nabiNya Shallallahu
‘Alaihi Wasallam:
“Barangsiapa yang memusuhi para waliKu, maka Aku menyatakan peperangan
terhadap mereka…”(HR Bukhari, Hadits Qudsi).
Abdul Hakeem Mujahid Muhammad telah
mengajarkan kepada kita, bahwa bangsa-bangsa yang telah melancarkan permusuhan
terhadap para wali Allah, pada Mujahidin, pada Ummat Islam, maka militer dan
tentara mereka secara otomatis menjadi bagian tak terpisahkan dari permusuhan
itu. Apa yang telah dilakukan oleh Abdul Hakeem Mujahid Muhammad seakan
memaparkan kembali kepada kita semua satu kenyataan pahit hari ini, bahwa kita
tidak sedang hidup dalam masa keemasan Khilafah Islam yang agung, tetapi kita
tengah hidup pada masa fitnah, penindasan, penghinaan, dan kebengisan musuh. Kata-kata Abdul Hakeem Mujahid Muhammad seakan menggema menembus waktu dan
terpatri kukuh dalam perjalanan sejarah, “…Kalian semua tahu, angkatan
bersenjata Amerika bertanggung jawab atas pembunuhan ribuan ummat Islam tak
berdosa, pria, wanita, anak-anak…. Dan kami meyakini bahwa semua itu harus
dibalas….”
Bukankah pembunuhan orang-orang tak
berdosa Ummat kita ini adalah fitnah? Bukankah hari ini adalah hari-hari kelam
bencana penindasan? Tidakkah jaman kita ini adalah jaman kekuasaan jabbarin
anid, musuh yang bengis dan tak mengenal belas kasih? Tidakkah jaman kita
ini jaman Jihad, di mana Allah Subhanahu Wa Ta’ala membuka
kesempatan bagi semua Muslim untuk terjun dan menyambut seruannya?
Diriwayatkan oleh Shahabat Abu Hurairah Radiyallahu
‘Anhu, Rasulullah Subhanahu Wa Ta’alabersabda:
“Seorang muslim tidak akan dikumpulkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala bersama dengan orang kafir yang dibunuhnya di Neraka” (Shahih Muslim)
“Seorang muslim tidak akan dikumpulkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala bersama dengan orang kafir yang dibunuhnya di Neraka” (Shahih Muslim)
Dari penegasan hadits ini, jika seorang
Muslim membunuh seorang kafir dengan niat karena AllahSubhanahu Wa Ta’ala,
maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala tak akan memperhinakan sang
muslim tersebut dengan menyatukannya bersama orang kafir yang dibunuhnya.
Dengan arti lain, seorang muslim yang membunuh seorang kafir fi
sabilillah sekali-sekali tidak akan dicampakkan AllahSubhanahu Wa
Ta’ala ke dalam Neraka, tetapi akan dimasukanNya ke dalam Surga.